Waktu Lomba Karya Tulis & Kontes Logo Beleter

Senin, 20 September 2010

Menanti Bumi Khatulistiwa Bersinar Kembali

Penulis : Adha Panca Wardhanu


Kota pontianak merupakan ibukota provinsi Kalimantan Barat yang secara geografis terletak tepat pada lintasan garis Khatulistiwa. Sebab itulah, kota Pontianak dijuluki "Bumi Khatulistiwa". Selain itu, kota Pontianak juga merupakan salah satu kota yang dapat diakses dari negara tetangga Malaysia melalui darat sehingga kota Pontianak merupakan kota transit dalam kegiatan perdagangan dan jasa, baik secara lokal, regional dan internasional. Letak geografis yang strategis inilah yang dijadikan pemerintah kota (Pemkot) Pontianak sebagai konsep dasar merumuskan visi kota Pontianak ke depan sebagai "Kota Khatulistiwa Yang Berwawasan Lingkungan Sebagai Pusat Perdagangan dan Jasa Bertaraf Internasional".
Dalam mewujudkan visi kota Pontianak yang berwawasan lingkungan, Pemkot Pontianak dihadapkan dengan berbagai masalah maupun kendala yang komplek dan rumit yang mendesak untuk segera dapat diatasi. Menurut Abdul Hamid dalam Hanafiah, (2001) kota Pontianak masih menghadapi masalah, diantaranya adalah gangguan terhadap kebersihan dan keindahan kota seperti masalah persampahan dan penataan bangunan, drainase perkotaan, tingkat disiplin warga kota yang rendah, kuantitas dan kualitas air bersih yang masih belum memenuhi tuntutan kebutuhan warga. Masalah-masalah tersebut bila tidak dapat teratasi akan menjadi hambatan dalam mewujudkan visi kota Pontianak. Untuk itu Pemkot Pontianak terus berinovasi dalam menangani masalah tersebut. Salah satu yang menjadi fokus perhatian pemerintah kota adalah masalah sampah.
Sampah merupakan konsekuensi dari adanya aktifitas manusia. Setiap aktifitas manusia pasti menghasilkan buangan atau sampah. Jumlah atau volume sampah sebanding dengan tingkat konsumsi kita terhadap barang yang kita gunakan sehari-hari. Sebagai contoh, volume sampah di kota Pontianak mengalami penngkatan signifikan menjelang Ramadhan hingga tiba saat Lebaran. Semula volume sampah hanya 308 ton menjadi 403 ton/ hari (Anonim, 2010). Peningkatan sampah tersebut tidak lain karena produksi makanan setiap rumah tangga meningkat dibanding hari biasanya. Selain itu, peningkatan volume sampah juga dipengaruhi oleh peningkatan jumlah penduduk. Misalnya saja, kota Jakarta pada tahun 1985 menghasilkan sampah sejumlah 18.500 m3/ hari dan pada tahun 2000 meningkat menjadi 25.700 m3/hari (Surakusumah, 2003). Berdasarkan data sementara hasil sensus 2010 yang diperoleh dari Badan Pusat Staitistik (BPS) Pontianak, jumlah penduduk kota Pontianak kini mencapai 550.304 jiwa (Efliza, 2010). Dari jumlah penduduk yang mencapai 550.304 jiwa tersebut berpotensi menghasilkan sampah yang cukup besar. Bila penduduk Pontianak berjumlah 500.000 jiwa saja dengan asumsi tiap penduduk menghasilkan sampah 1,5 liter sampah/ hari dengan komposisi sampah organik sebanyak 85 % (622.500 liter/ hari) sampah non organik dan 15 % (127.500 liter/ hari), maka volume sampah yang ada di kota Pontianak adalah 750 m3/ hari (Anonim, 2008). Jika dihitung pertahun maka jumlah sampah di kota Pontianak mencapai 273.750 m3/ tahun atau 5 kali lebih besar dari volume candi Borobudur yang hanya 55.000 m3. Jadi dapat dibayangkan betapa banyaknya sampah yang dihasilkan pertahun di kota Pontianak. Bila Pemkot Pontianak tidak serius manangani masalah ini, maka sangat sulit rasanya untuk mewujudkan kota Pontianak "BERSINAR" (Bersih, Indah, Nyaman, Aman dan Ramah) yang merupakan slogan yang selalu melekat pada kota Pontianak.
Banyak usaha yang telah dilakukan oleh Pemkot Pontianak dalam mengatasi masalah sampah, dan hingga sampai saat ini Pemkot Pontianak masih terus berinovasi mencari solusi terbaik untuk menangani permasalahan tersebut. Salah satu upaya yang dilakukan Pemkot Pontianak adalah menerapkan Gerakan 3R (Reduce, Recycle dan Reuse). Namun semua terasa percuma dan sia-sia bila kesadaran terhadap pentingnya lingkungan yang bersih masih sangat rendah, hal itu terlihat dengan masih banyaknya masyarakat kita yang membuang sampah sembarangan. Perilaku masyarakat seperti itulah yang perlu kita sadarkan dan dirubah, sebab walau bagaimana pun sebaik-baiknya program yang dijalankan pemerintah atau secanggih apapun alat yang digunakan untuk menangani sampah, namun apabila kesadaran masyarakat kita masih rendah sampai kapan pun masalah sampah tidak akan terselesaikan.
Untuk itu mari kita bersama meningkatkan kesadaran terhadap pentingnya lingkungan hidup yang bersih terutama bagi diri kita sendiri, sebab apabila lingkungan kita bersih maka kita terhindar dari berbagai penyakit dan tubuh kita menjadi sehat dengan begitu jiwa kita pun menjadi kuat (Men sana in corpore sano). Oleh karena itu, apabila dalam diri kita masing-masing telah memiliki kesadaran yang tinggi akan pentingnya lingkungan hidup yang bersih maka keinginan untuk menjadikan kota Pontianak "BERSINAR" akan dapat terwujud. Bahkan lebih jauh itu kita berharap dapat membawa piala ADIPURA yang merupakan lambang supremasi predikat kota terbersih di Indonesia yang sejak terakhir kali kita raih pada tahun 1988 kembali dipangkuan "Bumi Khatulistiwa" yang kita cintai ini, sekaligus mewujudkan visi kota pontianak sebagai "Kota Khatulistiwa Yang Berwawasan Lingkungan".

 
Sumber Bacaan :
Anonim, 2008. Penanganan Sampah Ideal Kota Pontianak. Http://www.maxpelltechnology.com/Penanganan%20Sampah%20Ideal%20Kota%20Pontianak.pdf. Diakses pad tanggal 18 September 2010.
Anonim, 2010. Angkut 420 Ton Sampah. Harian Pontianak Post. Pontianak. Edisi Cetak Terbit 18 September Hal. 17.
Efliza, 2010. Penduduk Kota Pontianak Capai 550.304 jiwa. http://www.tribunpontianak.co.id/read/artikel/15477. diakses pada tanggal 18 September 2010.
Hakim, Wijaya, dan Sudirja. 2006. Mencari Solusi Penanganan Masalah Sampah Kota. Dirjen Hortikultura DEPTAN RI bekerjasama dengan Fakultas Pertanian UNPAD. Bandung
Hanafiah, 2001. Siapa Aktor Pembangunan Kota Pontianak. http://www.promosikesehatan.com/?act=download&id=55&f=636f642e61746f6b676e6162726f746b61&type=articles, diakses pada tanggal 17 September 2010.
Surakusumah, 2003. Permasalahan Sampah Kota Bandung dan Alternatif Solusinya. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.

 

 

0 komentar:

Posting Komentar